Rabu, 24 Desember 2014

Cara Mengatasi Grogi di Depan Umum

Gugup umumnya diawali dengan munculnya keringat dingin maupun hangat, perut terasa melilit, kaki dan tangan gemetaran, otak serasa blank, dan mulut pun serasa berat sekali untuk terbuka sehingga bicara pun menjadi tidak lancar.
Trus bagaimanakah cara mengatasi grogi di depan umum? Berikut beberapa kiat untuk mengatasi grogi saat berbicara di depan umum ;
1. Mempersiapkan mental dengan cara membangun rasa percaya diri dan mengendalikan rasa takut serta emosi.
Inilah modal awal agar sukses bicara didepan umum. Caranya dengan istirahat dan tidur yang cukup menjelang waktu berbicara di depan umum, melakukan relaksasi atau senam ringan untuk menurunkan ketegangan mental dan mengantisipasi kelelahan, misalnya dengan cara memegan ujung kaki sambil berdiri membungkuk selama beberapa detik, menarik napas yang panjang dan dalam serta menahannya beberapa detik, kemudian mengeluarkan napas pelan-pelan, juga minum segelas air putih untuk mempersiapkan vokal.
Khusus untuk mengatasi kaki yang gemetaran, usahakan pada saat tampil anda bergerak, anda dapat menyiasatinya dengan berjalan menuju white board untuk menulis atau menuju hadirin untuk berdialog.
2. Siapkan bahan jika tidak tampil mendadak. ini dapat menumbukan rasa percaya diri karena anda merasa yakin dengan apa yang anda sampaikan.
3. Berusahalah konsentrasi dan tenang pada saat akan maju dan fokuskan pada pokok pikiran apa yang anda sampaikan, juga pada kata kuncinya. Jangan memaksakan diri untuk mengeluarkan apa yang anda hafalkan, ini hanya akan menambah ketegangan dan rasa grogi jika pada saat akan maju ada sedikit saja ada yang terlupa.
4. Jangan mengharuskan diri tampil sempurna pada tiap kesempatan karena hanya akan mempercepat timbulnya rasa grogi ketika sedikit saja kekurangan Anda tampak. Yakinlah semua orang mempunyai kekurangan dan tidak semua orang mampu berbicara dengan baik di depan umum.
5. Yakinlah bahwa Anda tidak harus sepenuhnya menguasai seluruh hadirin. Fokuskan perhatian pada mereka yang tertarik dengan apa yang anda sampaikan. biarkan saja kalau ada yang tidak menaruh perhatian pada apa yang anda sampaikan.
6. Usahakan melewati sebelah kiri pendengar saat Anda menuju ke panggung atau tempat anda menyampaikan pidato. Ini akan menstimulasi otak kanan para pendengar sehingga lebih mudah menerima apa yang anda sampaikan
7. Jangan lupa untuk berdoa sebelum berbicara di depan umum agar tidak grogi, tidak nervous, dan sukses.
Yang perlu Anda tekankan dalam diri Anda adalah bahwa berbicara di depan umum bukanlah hal yang sangat menegangkan. Anda tidak akan dicela dan dijauhi hanya karena penampilan anda tidak sempurna saat di depan forum. Jadi berusahalah selalu tenang dan rileks.

8. Perhatikan penampilan
Disukai atau tidak, kita sudah dinilai orang lain bahkan sebelum mengucapkan satu patah kata pun. Manusia secara otomatis membuat impresi dari penampilan kita. Oleh karena itu, gunakanlah pakaian yang menunjukkan bahwa Anda adalah orang yang pintar dan perkataan Anda dapat dipercaya. Perhatikan juga komunitas yang akan didatangi.

9. Latih suara dan diafragma
Seorang public speaker tidak harus memiliki suara yang ‘bulat’, empuk dan enak didengar. Radio voice hanyalah aksesori. Memang suara leher (cenderung cempreng) lebih meletihkan. Akan tetapi, pemilik suara leher bisa berlatih berbicara denga suara diafragma. Banyak buku yang bisa Anda jadikan guru. Faktor penting dalam komunikasi adalah intonasi suara. Ini bisa dilatih secara alami.

10. Walking the talk
Sebelum berbicara, kuasai dulu materinya. Cara paling mudah adalah dengan menerapkan bahan pembicaraan pada diri Anda sendiri. Misalnya, bila Anda bicara tentang reksa dana, sebaiknya pernah berinvestasi reksa dana. Sehingga Anda tahu gejolaknya ketika pasar reksa dana naik maupun turun. Jadi, harus walking the talk alias jangan omong doang. Contoh lain bila menganjurkan orang untuk menyisihkan uang gaji sebasar 35 persen, Anda sendiri harus melakukannya. Dengan begitu, lebih mudah bagi Anda untuk meyakinkan orang lain berdasarkan pengalaman sendiri.

11. Hindari pembicaraan yang bukan bidang Anda
Misalnya, seorang perencana keuangan diminta berbicara mengenai berkebun emas. Meski menyerempet dengan bidang keuangan, namun apabila Anda tidak menguasainya, lebih baik Anda hindari, sehingga percaya diri Anda di depan audience akan selalu terjaga.

12. Raih kredibilitas
Tak gampang untuk membangun citra tentang siapa diri Anda. Caranya bersikaplah jujur dan terbuka. Katakan, misalnya, kalau Anda sendiri pernah punya kebiasaan buruk dalam mengelola uang (beli barang tak penting, terjerat utang kartu kredit, dll). Dengan keterbukaan diri, Anda akan lebih mudah ‘masuk’ dan dipercaya audience. Itu sebabnya, keuangan pribadi perencana keuangan harus benar-benar baik, sehingga kredibel pada saat menyampaikan saran kepada audience.

13. Bongkar batas formal
Misalnya ambil contoh pembicara bidang keuangan. Keuangan adalah bidang yang serius, maka lumerkan dengan suasana bicara yang segar, tidak formal. Contohnya, sindir gaya belanja boros audience dengan canda, tapi mengena. Dengan audience yang setara kelompok usia dan status sosialnya, kita bisa menggunakan gaya bahasa sehari-hari. Sedangkan dengan mereka yang lebih tua, gunakan gaya bicara yang lebih santun.

14. Pelajari karakter audience
Ekspresi wajah audiensi yang ‘lempeng’ bisa Anda baca dengan mudah. Untuk menghadapinya, lemparkan sesuatu yang bergairah lebih dulu, sebagai teaser, gimmick atau ice breaking. Misalnya, gosip orang terkenal atau tentang midnight sale yang kini sedang hit di antara para wanita kota besar. Dengan mengutip hal itu, kebuntuan suasana akan mencair karena Anda telah menjadi bagian dari mereka.

16. Ingat, Anda Orang Yang Paling Tepat!
Sudah menyiapkan semuanya, tetapi saat waktunya tiba, percaya diri justru drop? Erwin, yang sudah hampir 20 tahun berkecimpung di bidang ini, juga mengaku pernah ciut hati saat menjadi MC di depan para CEO perusahaan minyak dari berbagai Negara. Jalan keluar untuk mengatasi suasana nervous (saat aliran oksigen menuju otak terhambat, sehingga otak tak mampu berpikir jernih) adalah dengan menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan-lahan. Erwin melakukannya 4-5 kali. Sesudah itu yakinkan diri bahwa hanya dirinyalah orang paling tepat untuk berada di atas panggung.

17. Membuat review harian
Di ujung hari, luangkan waktu 15 menit saja untuk mengingat lagi, ada atau tidaknya kata-kata yang menyakitkan saat berbicara dengan atasan, kolega atau bawahan. Bagaimana ekspresi mereka tadi. Belajar dari situ, ketika besok Anda berada dalam situasi yang sama, Anda tahu langkah antisipasinya dan tidak melakukan kesalahan yang sama.

18. Ikuti kursus
Siapa saja dan kapan saja merasa tidak nyaman saat berbicara, sering kehabisan kata-kata atau merasa kurang percaya diri, ada baiknya ikut kursus public speaking. Patokannya, kebutuhan itu datang dari dalam diri, bukan dorongan dari kebutuhan pekerjaan semata.


19. Perbanyak “jam terbang”
“Practice makes perfect.” Maka, ambillah setiap kesempatan untuk berbicara di muka umum. Selain kita jadi tahu strategi apa yang tepat untuk kita, tingkat stress juga akan menurun saat kita makin terbiasa berbicara di depan umum. Perbanyaklah latihan presentasi, karena dalam presentasi, kesiapan materi hanya memegang 20 persen faktor kesuksesan dan 80 persen adalah kemampuan public speaking.

Keuntungan Menjadi Penulis

Beberapa keuntungan anda sebagai seorang penulis :

1. Kebebasan waktu, tidak ada yang mengejar anda dalam soal waktu.
Anda bebas mengerjakan atau membuat suatu tulisan, apakah kita mengerakannya di waktu malam atau disiang hari. Terserah kita mau menentukan kapan saja. Intinya setiap ada gagasan ide dan wacana yang selintas terpikir saat itu, segera ditulis. Jadi jam kerja untuk menulis kita sendiri yang mengaturnya. Jika menulis adalah suatu hobi atau tempat sebagai ajang untuk mengisi waktu luang, yah kita hanya menyisihkan waktu dari sebagian dari jam kerja kita. Dan tentunya tidak menganggu dari perkerjaan rutin kita. Seperti para pernulis lainnya, mereka banyak mempunyai jadwal dan perkerjaan yang padat. Tidak hanya penulis artis papan atas pun banyak meluangkan waktu mereka untuk menulis. Nah bagaimana mereka bisa menentukan jadwal waktu luang menulisnya. Salah satu cerita dari salah seorang penulis menceritakan bahwa waktu luang untuk menulisnya hanya 1 sampai 2 jam saja sehari, itupun saat mereka baru bangun menunggu keberangkatan jam kerja. Mereka menyampatkan untuk menulis. Nah bagaimana dengan diri kita sendiri.

2. Tidak ada yang menjadi atasan kita.
Kita sendirilah yang menjadi atasan diri kita sendiri!. Jadwal,schedule dan target kapan tulisan itu kita selesaikan kita sendiri yang akan mengaturnya. Juga seorang penulis tidak aturan dimanapun kita menulis harus menggunakan pakaian layaknya orang kantoran instansi resmi. Jadi segalanya kita sendiri yang mengatur. Baik di kamar di ruangan kita bebas untuk memilih dengan cara apa kita bisa membuat diri kita untuk lebih enjoy dan bersemangat. Kita bisa sambil ngopi, makan gorengan dll. Bukankan menulis adalah kebebasan kreatifitas otak kanan yang berperan, dimana tekanan maupun ketakutan harus kita hilangkan. Untuk membuat otak kita menjadi EDAN dalam menulis.

3. Kepuasan Bhatin. Kepuasan bhatin yang tidak bisa di nilai dengan materi, mana kala tulisan kita sudah selesai, atau buku kita sudah diterbitkan. Hal itu akan memberikan motivasi dan keinginan yang sangat kuat, apa lagi penulis pemula. Jika tulisannya sudah dibaca dan dikomentari oleh pembaca, maka akan merasakan kepuasan emosi yang membeludak untuk menankap dan menyikapi tulisan pembacanya. Dan akan terus termotivasi untuk membuat karaya tulisan yang lebih berkualitas.
Siapa yang tidak bangga dengan gagasan, ide, pendapat yang ia utarakan dalam tulisan dapat diteriama dan bermamfaat bagi orang lain. Sekali lagi kebahagian dan kepuasan bhatin itu tidak bisa di ukur, karena kebanggaan adalah kepuasan bhatin itu sendiri.

4. “Kita akan dicari”.
Sebagai seorang penulis, kita akan dicari oleh pernerbit. Tentu jika mempunyi karya tulisan yang layak untuk di pasarkan. Penerbit adalah seorang patner bagi seorang penulis, jangan pernah takut seramnya seorang editor dalam penerbitan. Jika tulisan kita belum diterima dan selalu ditolak, pelurunya adalah serbu editor itu sendiri dengan tulisan-tulisan. Dan tentunya dengan tulisan yang baik dan bagus yang sesuai dari hasil anaslisa anda mengapa tulisan and selalu di tolak oleh penerbit tersebut.<p> </p>5. Dengan menulis kita akan belajar untuk menjadi orang bijak. Mengapa?, setiap orang yakin dan selalu beranggapan bahwa, setiap penulis mempunyai jiwa dan pemikiran yang lebih idealis, sportif dan spirit akan mampau meberikan bimbingan dan arahan bagi para rekan penulis lainnya. Terutama penulis pemula, akan melihat kita selalu lebih baik darinya. Oleh sebab itu sekali lagi dengan menulis akan akan menjadi orang lebih berpikiran positif. Di karenakan setiap kita menulis secara lansung kita sudah memasukan wacana,wawasan yang luas terhadap otak kita sendiri. Dan satu lagi, yang memberdakan antara orang bisa dengan orang luar bisa ialah kekayaan kosa kata dalam mengungkapkan sesuatu. Seorang penulis tentu akan mempunyai banyak kekayaan kosa kata yang dimilikinya, karena dengan aktifitas menulis kita sudah memasukan dalam kamus di otak kita kosa kata yang terus bertambah, bertambah dan bertambah.<p> </p>6. Dengan menulis kita sudah menanamkan kebajikan yang akan kita petik pahala dari Allah SWT. Pahala itu tentu kita dapatkan dengan motivasi menulis dan kayat tulisan yang dapat bermamfaat bagi orang lain, baik di dunia dan akhirat. Dan Allah tidak buta dan lupa dalam mencatat setiap jerih payah jari jemari kita dengan setiap kebaikan yang kita tulis. Sekali lagi tulisalah tulisan yang bermafaat bagi semua orang, jangan menulis hal yang menyesatkan umat.<p> </p>
7. Royalti, mengapa royalti di tempatkan pada no. urut terakhir. Sebuah ungkpan dari seorang penulis yakni bang Joru mengatakan “jika anda menulis di karena mengaharapakan royalti dari buku anda, lebih baik anda berhenti menulis”. Memag benar, pendapat ini mengambarkan menulis bukanlah suatu pekerjaan, menulis bukalah suatu lahan materi. Karena jika mau melihat beragam penulis yang kecawa bahkan berhenti total menjadi penulis, gara-gara gagal ataupun selalu ditolah oleh penerbit. Maka akan menjadi beban dan penyakit bagi anda yang hanya menulis mengarapkan nilai dari apa yang ada tulis. Royalti adalah nilai balik dari buku yang kita tulis, berapapun hasil dari tulisan tersebut jika kita mencintai dan ikhlas dan menulis hati kita akan senantiasa terbuka lebar dan lapang dalam menghadapi kesulitan.

Jadi sekarang mengapa ragu menjadi penulis? Ayo, selesaikan Tulisanmu!

Cara Mengunggah Video Ke Youtube



1.       Ketik alamat ini di mesin pencari Google: http://www.youtube.com/
2.       Klik sign in di pojok kanan atas, lalu masukkan alamat email dan password. Hal ini dilakukan jika teman-teman sudah mempunyai akun email di gmail atau akun google. Namun jika belum, bisa klik create account, lalu mengisi data untuk menjadi anggota youtube.
3.       Jika sudah masuk ke YouTube, klik `upload` di bagian atas sebelah kanan.
4.       Untuk mengunggah file video, teman-teman bisa mengklik `select files from your computer`, lalu pilih file video yang mau diunggah.
5.       Selesai deh!

Tips Menanggulangi Ide Cerita Macet



Mau jadi penulis? Mau!
Ya, menulis, dong? Udah!
Lalu masalahnya apa? Macet!
M-A-C-E-T.
Alias, ngga ada ide lagi. Ngga tau cerita ini mau dibawa ke mana lagi. Writer’s block.
Arghhh… gimana dong?

Tenang, kalau itu masalah kamu, coba simak tips-tips berikut.
1. REFRESHING
Lama-lama berkutat dengan satu plot cerita, kita bisa pusing sendiri & kehilangan perspektif. Nah, coba tinggalkan novel itu beberapa hari, lalu relaks. Ambil waktu untuk baca buku atau nonton film. Cari suasana baru. Pergi ke tempat-tempat yang biasanya ngga pernah kamu kunjungi, lalu amati alam dan orang-orang di sekitar kamu.
Tujuan dari semua kegiatan ini adalah memberi input-input dan impuls-impuls baru ke otak kamu agar… tadaaa! Muncullah ide-ide kreatif yang baru.
2. DREAM AWAY
Setelah otak seger, ambil waktu untuk bengong-bengong dan melamun. Biarkan imajinasi kamu berkelana. Proseslah ide-ide baru yang kamu temui selagi refreshing kemarin-kemarin ini. Bayangkan berbagai kemungkinan dan skenario untuk tokoh kamu.
Karena masih dalam tahap menggodok ide di kepala, jangan ragu-ragu untuk menjelajahi imajinasi TERLIAR & TERGILA kamu. Adegan macam apapun boleh, kombinasi seperti apa saja mungkin. Tentunya, saat ide-ide tersebut dituangkan ke dalam tulisan, kita harus membuatnya logis dan masuk akal, tapi dalam tahap penggalian ini, kamu bebas. Tuliskan saja semua ide yang muncul tanpa penyaringan.
3. GALI TOKOH
Cara lain untuk mencari ide adalah dengan menggali tokoh utama kamu. Sebenarnya, ini adalah salah satu langkah yang wajib dilakukan waktu kita membuat plot. Sebagai penulis, kita wajib mengenal tokoh utama kita, kan? Nah, seperti apa sih dia sebenernya?
Misal, tokoh utama kita pemarah. Kita harus mengetahui kenapa dia menjadi pemarah seperti itu. Apa ada kejadian tidak enak yang terjadi di masa lalunya? Siapa penyebabnya? Lalu, apa yang dia lakukan di situasi-situasi tertentu yang menunjukkan bahwa dia pemarah? Apakah kita sudah cukup menonjolkan sifat pemarahnya ini?
Biasanya, setelah mengetahui latar belakang tokoh kita dengan lebih dalam, kita otomatis tahu tindakan selanjutnya yang akan dia ambil dalam alur cerita kita.
4. KEINGINAN TOKOH
Hal lain yang wajib diketahui penulis adalah goal alias hal yang paling diinginkan tokoh utama kita dalam cerita ini. Cinta? Mempertahankan pekerjaan? Menyelamatkan seseorang?
Contohnya, dalam cerita The Lord of the Rings (LOTR), tujuan utama para tokoh adalah menghancurkan sebuah cincin.
Selanjutnya, karanglah berbagai rintangan yang menghalangi tokoh kita untuk mencapai tujuan itu. Dalam LOTR, berbagai bahaya dan tantangan muncul saat Frodo dkk berusaha mencapai Mount Doom untuk menghancurkan cincin terkutuk itu.
Kreatiflah dalam menciptakan rintangan. Rintangan tidak melulu harus datang dari pihak antagonis, tapi bisa juga dari orang kepercayaan tokoh kita (misal: pertengkaran, pengkhianatan). Rintangan juga bisa datang dari diri tokoh utama kita sendiri (misal: tidak percaya diri, malas, dsb).
Tuh, udah dapat banyak ide baru, deh. Saring, pilih yang paling menarik, masukkan ke dalam plot cerita, dan mulailah menulis lagi.
Nah, sekarang giliran kamu, gimana cara kamu menanggulangi ide cerita yang macet.

Sabtu, 13 Desember 2014

Love Of A Father karya :Najwa



Langit tak menunjukan kecerahan nya.Namun hujan juga murung untuk bertemu tanah di bumi ini.Mungkin malaikat telah membujuk uap uap air itu untuk menyiram bumi karena tak lama,akhirnya bulir bulir kecil yang bening itu jatuh bertemu udara dan debunya,menabrak dahan demi dahan yang memang menunggu nunggu nya lalu terjatuh dengan mencipratkan sebagian air nya.dan akhirnya,terserap tanah.
Aku juga salah satu kawanan yang menginginkan hujan saat ini,agar bisa menemani air mataku yang sama sama menetes.sama sama mengenai pipi dan meresap ke dress merah muda yang ku kenakan.
Sahabatku,deren pergi ke temanya yang diperlakukan sebagai sahabat,bukan aku yang selalu menemani nya di saat kesusahan,tapi lain jika dia sudah mendapatkan kesenangannya.mama dan papa sama,pergi sangat pagi dan pulang sangat sore untuk alasan pekerjaan nya yang terlihat sangat sibuk.
Sebenarnya mama dan papa ku sudah bercerai.Dan aku ikut dengan papa pindah ke sebuah apartemen yang cukup mewah di salah satu kota yang tempatnya tak jauh dari tempat tinggalku yang sebelumnya.Tapi semua kemewahan yang papa berikan tidak ada artinya dibanding waktu papa.di saat seperti ini,aku hanya berdoa agar teman ku di tempat tinggal asal ku bisa menemaniku kembali di sini dan semoga aku dijemput oleh nenekku dan tinggal bersamanya.
Menjelang jam setengah tujuh aku mendengar suara ketukan pintu,aku yakin itu bukan ayah,ayah biasanya pulang lebih larut atau menginap di kantornya.
Aku membukakan pintu itu,berharap aku senang dengan kehadirannya.
"Nenek?,".Aku sedikit berteriak ketika yang muncul dari balik pintu adalah nenek,.doa ku akhirnya terkabul.
"Dania..papa kamu di mana ?,".nenek bertanya sambil berjalan duduk ke salah satu sofa.
"Kemana lagi jika bukan kerja,kerja dan kerja.".kataku dengan pelan dan merebahkan badanku di sofa yang nenek duduki.
"Dania.bagaimana keadaan mu sekarang kamu baik,kan ?,".tanya nenek yang tangannya mengelus elus rambut hitam ku.
"Nek,keadaan ku di sini sangat tak baik,bawalah aku ke rumah nenek dan tingal bersama nenek di sana.".
"Tidak baik bagaimana ?.".tanya nenek dengan tatapan lurus ke mataku.
"Aku tak betah di sini nek,papa selalu pulang malam,dan aku sama sekali tak punya teman... .".jawabku.
"Yasudahlah!,tata perlengkapan mu dan ikut nenek,papa mu memang tidak bertanggung jawab!.".nenek masuk ke kamarku lalu membantuku mengemasi barang barangku.
Sampailah aku di depan rumah nenek,aku tak sabar ingin bersapa dengan pantai yang bersih dan indah yang jarang kutemui,yaitu tepat di belakang rumah nenek.
Cukup lama untuk menata di kamar dan rumah baru ku.Aku tak sabar untuk esok,sekolah lalu bermain main di pantai.
aku pulang ke apartemen sejenak untuk melihat keadaan setelah aku pergi,karena pasti papa sedang sibuk dengan pekerjaan nya di kantor.di bus jumputan aku merasa pusing,entah kenapa,dan rasa itu aku biarkan begitu saja.
Aku mengambil kunci di dalam tas ku dan memutarnya di lubang kuncinya,tapi tak bisa,kucoba dan kucoba,tetap tak bisa.aku mencoba membuka pintu nya.Dan sedikit kaget ketika ternyata pintu itu tidak dikunci.aku masuk ke dalam.aku melihat lihat ruangan ruangan unruk memastikan tidak ada yang berubah saat aku pindah.
Aku kaget dan amat sangat tertegun ketika kudapati papa sedang tergelatak tak bardaya di samping kasurku dengan darah yang keluar dari mulutnya.Saat itu aku hanya bisa memeluk nya dan tak bisa berkata apa apa.
Tangan papa tergeletak di lantai denagn membawa kotak berukuran sekitar enam kali enam senti berwarna silver pink.dengan tetap berada di samping dan memeluknya,aku meraih kotak itu.
Di dalam kotak yang indah itu terdapat sabuah kalung berliontin berlian yang berbentuk huruf D.aku tak bisa membendung air mataku lagi,dari tetes menjadi hujan air mata.dibalik penutup kotak itu terdapat sejarik kertas yang bertuliskan,
Dania,maafkan papa ya,papa tak pernah punya waktu untukmu.
Papa melakukan ini untuk dirimu sendiri.papa tau sekarang kau berada di rumah nenek,kan?.sebenarnya sudah berbulan bulan lalu,papa difonis mengalami penyakit kangker akut.dan mungkin sebentar lagi papa akan meninggal kan ku untuk selamanya.
Jaga dirimu baik baik ya nak, salam untuk nenek...
Aku sudah tak tahan lagi,rasanya aku ingin merubah semua doa doa ku dan menghargai apa yang telah papa berikan kepadaku
Jenazah papa baru saja di makamkan.Aku pulang ke rumah nenek,dan nenak sedang mengurusi segala milik papa.
Aku selalu mencium dan mengusap usap liontin pemberian papa yang selalu ku pakai.satu kata "AKU SANGAT MENYESAL LARENA TELAH MENINGGAKKAN PAPA".
Sebagian waktuku ku habiskan dengan merenung di pantai.sekarang aku mempunyai tempat baru dan hidup baru.. The End

Profil Penulis:



Namalengkap : najwa azizul fauzia
Namapanggilan :najwa
TTL : Kendal , 18 FEBRUARI 2003
Kelas : VI (6)
UMUR : 11thn
 

Mimpiku Adalah Mimpimu karya: Rahmi



Cerpen Pilihan 1"

Hari ini hujan turun dengan sangat deras, membasahi bunga-bunga yang ada di depan halaman. Mereka semua terlihat sangat bahagia, tak sepertiku sekarang. Perasaanku saat ini sangatlah buruk, karena lelaki misterius yang ada di dalam mimpi kemarin.
Angin semilir berhembus sepoi-sepoi, membuat topi rajutan buatanku serasa ingin terbang. Aku mencegah topi itu terbang dengan cara menggenggamnya erat, lalu menutup separuh jendela agar tak ada lagi angin yang masuk.
"Dingin sekali," ucapku sembari meraih jaket kulit pemberian sepupuku, Reni yang ada di atas meja. Aku pun duduk termenung menyaksikan hujan deras ini dengan berbekal topi rajutan dan jaket.
Ketika ingin membuat susu hangat, hujan telah reda, namun meninggalkan embun-embun yang menempel di jendela kamar. Segera kuusap embun itu agar bisa melihat keadaan di luar dengan jelas.
Hampir seluruh embun kuusap, namun siapa itu? Siapa laki-laki yang ada di depan halaman sekarang? Hati ini berkata bahwa ia adalah lelaki yang ada di mimpiku kemarin. Memang, wajahnya sangat mirip. Namun, aku tak percaya kalau mimpi kemarin bisa menjadi kenyataan.
Kubuka jendela kamar sepenuhnya, lalu menyunggingkan senyum manis padanya. Ia berbalik senyum kepadaku. Senyum yang sangat manis. Jarang aku menemukan lelaki yang memiliki senyuman semanis itu. Diri ini ingin menyapanya. Namun apa daya, aku di lahirkan sebagai perempuan pemalu.
"H-hai ..." Hanya kata itu yang terlontarkan dari bibir tipis ini. Tapi, ketika menyapanya, ia sudah hilang entah kemana. Kemana dia? Apakah tadi itu hanyalah khayalanku?
Aku benar-benar tak percaya. Langsung saja aku meminum susu hangat itu dengan cepat, lalu membaca novel remaja favoritku.
Di halaman seratus dua dalam novel itu, terdapat kalimat yang menggetarkan hatiku.
"Optimis dan berkhayal itu beda tipis, Lya ..."
Lya? Namanya sama seperti namaku.
"Ya Tuhan, jika Engkau ingin membantuku, pertemukan aku dengan lelaki itu!"
Aku berdo'a dalam hati, semoga Tuhan mendengarkan do'a ini, lalu melanjutkan bacaan ke halaman seratus tiga sampai halaman terakhir.
Tanpa sadar, jam dinding telah menunjukkan pukul 4 sore. Novel itu kututup dengan perlahan, lalu beranjak untuk mandi. Dan tentu saja, sore ini aku akan pergi les bersama teman-teman.
Ketika sampai di tempat les, tak ada satu pun orang yang datang. Walaupun sudah di periksa, aku hanya bertemu dengan nenek pemilik rumah yang letaknya di sebelah tempat lesku.
"Hai, Nek. Lihat orang-orang yang berkumpul di sini?" tanyaku pada perempuan lanjut usia itu. Nenek itu hanya menatapku, tak menjawab. Ia hanya menggelengkan kepala.
"Terima kasih, Nek." Aku pun meninggalkan nenek itu, lalu bingkas pergi.
Kemana teman-teman? Apakah aku datang terlalu lambat? Ataukah terlalu cepat? Aku terus berlari sekuat tenaga agar bisa cepat sampai di rumah, namun kedua kaki ini terhenti dengan sendirinya karena lelaki yang muncul di depan jendela tadi ada di hadapanku sekarang.
Mata birunya yang bening itu seakan-akan menunjukkan bahwa ia ingin berbicara. Aku menatapnya, dia menatapku.
"Kamu ..." Lagi-lagi, aku tak bisa berbicara 'banyak' padanya. Hanya sepatah dua patah kata.
Lelaki itu mendekatiku dengan perlahan.
Setelah ia telah berada di dekatku, tangan kanan yang kurus ini sudah 'gatal' untuk menyentuh pipinya yang putih itu.
"Hah?" Aku terkesiap. Lelaki itu menghilang dengan cepat.
"Dik, kenapa berdiri di situ?" tanya perempuan berkacamata yang kebetulan lewat di depanku.
"Ta-tadi, aku melihat lelaki sedang berada di dekatku ..." jawabku gugup.
"Dik, dari tadi saya lihat kamu berjalan sendirian lho." Perempuan itu langsung pergi dengan sepatu hak tingginya.
Siapa kau sebenarnya? Kenapa kau selalu mengganggu pikiranku, juga mimpiku?
Beberapa puluh menit kemudian, aku pun sampai di rumah. Sepi, begitulah suasana dalam rumah minimalis ini.
Ayah dan ibu bercerai dan memutuskan untuk membeli rumah dan hidup sendiri, tapi aku bertekad untuk tetap tinggal di rumah ini, meskipun sendirian.
Kutaruh topi rajutan dan jaket ke dalam kamar, lalu langsung merebahkan tubuh di atas kasur yang sudah tak empuk ini lagi. Kunyalakan handphone, berharap ada salah satu teman les yang menelepon. Dan ternyata benar! Ziysika, salah satu teman lesku mengirimi sms.
"Lya, hari ini kita tidak jadi latihan Dance karena guru kesenian sedang mudik."
Beberapa jam yang lalu? Pantas saja tak ada satu pun yang datang! gerutuku dengan emosi yang meluap-luap.
Di atas meja terdapat berbagai macam buku. Namun, aku tertarik untuk membaca membaca novel remaja yang kubaca tadi sian
Kuraih buku yang tebalnya dua ratus itu dan membacanya lembar demi lembar.
Ketika selesai membaca sebagian, kututup buku itu dan langsung membuka jendela kamar sepenuhnya. Masih terbayang di pikiranku lelaki misterius tadi. Bagaimana tidak? Sudah dua kali aku bertemu dengannya! Tapi, ketika ingin mencoba bicara, ia malah menghilang.
Sisa-sisa embun dari hujan tadi masih menempel di jendela ini, kuusap seluruhnya dengan perlahan.
"Hari-hari yang membosankan!"
Aku menghembuskan nafas panjang.
"Kenapa ibu dan ayah tak menghubungiku lagi?"
Prang!!!
Tepat setelah embun-embun itu kuusap, ada suatu benda yang sepertinya terjatuh.
"Oh, kotak make-up ku ..."
Aku pun langsung merapikannya lagi.
Tapi, mengapa kotak ini terjatuh padahal tak ada siapa pun yang menyentuhnya?
Ketika selesai merapikan kotak itu, aku menatap cermin. Lagi-lagi, bayangan lelaki itu terpampang jelas di cermin.
"Kau? Kau siapa?! Jangan menganggu hidupku! Pergi! Pergi!" pekikku keras, sambil melempari beberapa bantal ke cermin tersebut dan membuat sebagian dari cermin itu pecah.
"Hah? Hilang ..." Aku terkesiap. Untuk yang ketiga kalinya, lelaki itu muncul, lalu menghilang begitu saja.
Dadaku sesak. Keinginan ingin bertemu lelaki itu semakin memuncak. Tiba-tiba, handphone berbunyi kembali.
Kali ini siapa lagi? umpatku kesal.
Tapi, setelah memeriksa handphone, ternyata tak ada satu pun sms yang masuk. Ada apa ini? Bulu kudukku mulai berdiri secara perlahan, dan nafas menjadi tak beraturan.
Dengan cepat, aku langsung menutup seluruh jendela dan beranjak tidur tanpa memikirkan apa pun. Anggap saja yang terjadi barusan hanyalah angin lalu.
Malam harinya ...
Udara dingin mulai merasuki tubuhku. Hari telah gelap. Matahari tadi sore telah berganti dengan bulan setengah purnama, dan di temani oleh bintang-bintang kecil yang jumlahnya tak bisa di hitung itu.
"Sudah malam. Lebih baik aku makan malam saja dulu ..." pikirku sambil berjalan ke dapur, melihat masih adakah bahan yang bisa di masak.
Di dapur, hanya ada sebutir telur dan secanting beras yang tersisa.
"Ya sudahlah ..." Aku pun memasak keduanya agar bisa mengisi perutku malam ini.
Beberapa puluh menit kemudian, makanan sudah siap, lalu langsung memakan dengan lahap. Ketika ingin kembali tidur, kedua mataku tak bisa di tutup. Mungkin ini akibat dari tidur terlalu lama tadi. Terpaksa, aku harus duduk termenung di malam yang dingin ini.
"Hah ..."
Sudah setengah jam aku duduk termenung tanpa melakukan kegiatan apa pun, namun tak kunjung mengantuk. Apa yang harus kulakukan?
Kututup wajah dengan kedua tangan, tapi apa ini? Ada noda hitam di wajahku. Sepertinya, ini adalah bekas kecap asin yang ada di dapur tadi.
Aku menatap cermin, meraih tisu dan langsung merapikan wajah yang kusut ini. Ketika sedang memakai krim malam, lelaki misterius itu pun muncul lagi.
"Aku sudah tak percaya lagi. Siapa kau?" tanyaku pada lelaki yang kulihat di cermin itu. Namun sia-sia saja, lelaki itu tak menjawab.
Brukk!
"Siapa ka-" Mataku terasa berat, seperti ada seseorang yang memukul dari belakang.
****
"Ngg?" Aku menggerakkan jemari dengan perlahan, sepertinya ada seseorang yang sedang menggenggam jemariku.
"Hah? Kamu laki-laki yang tadi! Kenapa ada di sini?" tanyaku pada laki-laki itu. Ia hanya diam. Sesekali, ia melihat ke arahku, namun bibir tipisnya itu tak mengeluarkan sepatah kata pun.
Di luar, tetesan hujan mulai turun perlahan. Sepertinya, sekarang adalah musim hujan.
Aku memperhatikan rumah ini. Ini bukan rumahku!
"Ini di mana?" tanyaku lagi. Tetap saja, lelaki itu tak menjawab. Aku sungguh heran dengannya. Kenapa ia tak bicara sepatah kata pun?
Tak lama kemudian, kedua tangannya bergerak secara perlahan, lalu mengambil kertas dan pena yang kebetulan ada di sebelahnya. Dia menuliskan sesuatu. Setelah selesai menulis, ia memberikan kertas itu padaku.
"Ini rumah kosong yang selalu aku tinggali semenjak orang tuaku meninggal."
Hanya itu yang tertulis di kertas putih itu.
"Kenapa aku bisa ada di rumahmu?" tanyaku heran. Mendengar aku bertanya padanya lagi, lelaki itu menuliskan sesuatu lagi di kertas putihnya itu.
"Ceritanya panjang."
Lama-lama, aku mulai kesal pada lelaki itu.
"Hei! Kau kenapa sih?!"
Tanpa sadar, aku telah mendorongnya hingga ia terjatuh ke lantai.
"Ah, maaf!" kataku dengan perasaan bersalah. Lagi-lagi, ia menuliskan sesuatu di kertas putih itu.
"Aku tak bisa bicara."
Aku terkesiap. Sungguh! Aku sama sekali tak menyangka bahwa lelaki ini, lelaki yang ada di mimpiku kemarin ternyata bisu.
"Maafkan aku. Aku tak tahu ..." ucapku lirih. Ia hanya tersenyum lebar, lebar sekali. Kuartikan senyuman itu sebagai kata 'ya'.
"Bolehkah aku mengetahui namamu?" tanya lelaki itu melalui selembar kertas putih yang baru.
"Ya. Namaku Lya." Sengaja kukeraskan ucapanku agar ia bisa mendengar.
Setelah aku memperkenalkan diri, lelaki itu langsung menulis lagi.
"Namaku Yoga. Senang berkenalan denganmu. Aku membawamu ke mari karena kemarin kau ada di dalam mimpiku."
Mataku terbelalak. Ternyata, memang dialah lelaki yang ada di mimpiku kemarin.
"Akhirnya kita bertemu!" seruku sambil memeluknya dengan erat. Ia hanya tersenyum melihat tingkah lakuku yang mungkin menurutnya terlalu kekanak-kanakan ini.
Setelah melepaskan pelukanku, ia kembali menulis sesuatu di kertas. Dan kali ini, ia menulis lebih lama dari yang sebelumnya. Tapi, aku berusaha sabar menunggu sampai ia selesai menulis.
"Kemarin, aku bermimpi bahwa hari ini rumahmu akan di masuki seseorang yang tak mempunyai niat baik padamu. Dan ternyata benar, ketika aku ke rumahmu, kau sudah tergeletak di lantai dengan punggung yang bersimbah darah. Maafkan aku, pada saat datang ke rumahmu, ternyata rumahmu sudah acak-acakan dan aku tak sempat untuk membereskannya."
Setelah membaca surat darinya, air mataku menetes secara perlahan. Entah ini adalah air mata kegembiraan atau kesedihan.
"Terima kasih ..." ucapku lirih.
Ketika sedang menguncir rambut, handphone yang berada di saku celanaku berbunyi dengan nyaring. Ternyata, ada telepon dari ibu.
"Halo, Bu?" sapaku pada perempuan yang sangat berjasa dalam hidupku itu lewat telepon.
"Apa kabar, Lya? Ibu punya kabar gembira untukmu!" serunya.
"Apa itu?"
"Mulai malam ini, ibu akan tinggal di rumahmu lagi!" lanjut ibu.
Oh ya? Hore!" teriakku kegirangan. Senang rasanya bisa tinggal serumah dengan ibu lagi.
Sepuluh menit lebih aku dan ibu berbincang lewat telepon. Setelah mematikan handphone, aku kembali menguncir rambut. Tiba-tiba saja, lelaki itu memberikan kertas padaku.
"Kau akan kembali ke rumahmu? Dan aku akan tinggal sendirian di sini?"
Sempat terlintas di pikiranku untuk membiarkannya. Namun, hati ini tak tega meninggalkannya sendirian di sini. Aku pun memutuskan untuk pulang ke rumah bersama dengannya.
****
Ternyata, ibu telah menunggu di depan halaman.
"Ibu ...!" seruku pada perempuan setengah baya itu.
"Ibu rindu sekali sama kamu, Lya. Oh ya, itu siapa?" tanya ibu ketika ia melihat aku datang bersama Yoga.
Tanpa basa basi lagi, aku pun menceritakan semuanya.
"Ya. Kalau begitu, Yoga, kamu tinggal di sebelah rumah ini saja. Katanya sih, rumah ini di kontrakkan. Nanti biar ibu yang bayar," ucap ibu pada Yoga.
Yoga hanya tersenyum manis dan mengangguk pelan. Aku gemas melihat tingkahnya itu.
Seminggu kemudian ...
Hari ini, aku tak sekolah karena hujan lebat. Karena ibu sudah pergi kerja dari pagi, aku pun memutuskan untuk mengunjungi rumah Yoga yang letaknya bersebelahan dengan rumahku.
"Yoga ...!" Kuketuk pintu dengan perlahan. Tak lama kemudian, Yoga pun membuka pintu. Belum sempat menanyakan kabarnya, Yoga langsung menarik lenganku masuk ke dalam rumahnya.
Ia mempersilakanku duduk di sofa berwarna cokelat muda, lalu memberikan secarik kertas putih padaku. Sepertinya, ada sesuatu yang ingin ia bicarakan.
"Kau tahu? Semenjak aku memimpikanmu, aku langsung jatuh hati pada sosokmu, Lya. Aku ingin kau selalu menemani hari-hariku. Ya, aku tak memerlukan jawaban darimu. Aku hanya tak mau mengulur-ulur waktu lagi untuk mengutarakan perasaan ini."
Dadaku sesak, nafasku menjadi tak beraturan. Sebenarnya, aku juga menyukainya. Namun, apakah dia mau menerima sosok perempuan pemalu ini sebagai kekasihnya?
"I-iya. Aku mau. Asalkan kau juga mau menerima sosok perempuan pemalu ini apa adanya," ucapku pelan.
Yoga hanya mengangguk pelan, lalu ia memelukku dengan hangat. Rambut hitam lebatnya itu mengenai pipiku, membuatku semakin gugup.
Tak lama kemudian, ia melepaskan pelukannya. Lalu, memberikan secarik kertas lagi padaku.
"Kita sama, Lya. Kita sama-sama memimpikan seseorang yang kita cintai minggu lalu. Aku siap menerimamu apa adanya."
Aku terharu. Tak di sangka, lelaki misterius yang selalu muncul waktu itu sekarang berada di depanku dan ia benar-benar telah menjadi milikku!
Tapi, ada satu hal yang mengganggu pikiranku saat ini. Kenapa sosoknya waktu itu menghilang seketika ketika aku ingin menyapanya?
Ah, sudahlah. Lebih baik aku tanyakan padanya pada waktu yang lebih tepat.
Seminggu kemudian ...
Mungkin sekaranglah waktu yang tepat untuk menanyakan pada Yoga mengapa waktu itu sosoknya selalu muncul di depanku. Bukan hanya sekali, tapi beberapa kali.
"Yoga, bisakah kau berhenti mendengarkan musik? Aku ingin bicara sesuatu padamu. Dan ini penting," pintaku. Ia hanya mengangguk, mencopot earphone putihnya, dan tentu saja mengambil secarik kertas putih dan pena sebagai alat komunikasinya.
"Yog, waktu pertama kali kita bertemu, sebelumnya aku selalu melihat sosokmu beberapa kali. Pada saat hujan berhenti, di tempat les, bahkan di depan cermin. Dan lagi, siapa yang memukulku dari belakang waktu itu?" jelasku panjang lebar. Dengan cepat, Yoga langsung menulis sesuatu di kertas putihnya, lalu memberikannya padaku.
"Aku juga seperti itu. Tapi, aku tak terlalu menghiraukannya. Lupakan saja. Yang memukulmu waktu itu pencuri. Kau lupa mengunci rumah, makanya dia masuk dan memukulmu diam-diam," jawabnya enteng. Antara kesal dan lega, aku hanya mengangguk. Benar katanya, lebih baik kulupakan saja kejadian buruk waktu itu.
The End

PROFIL PENULIS:


Nampang: Rahmi
Kelas: 8
TTl: Palembang, 31 Juli 2001
Umur: 13